Judul:
Perbedaan Kemandirian Belajar pada Mahasiswa Laki-laki Ditinjau dari Keluarga
Utuh dan Single Parent
Latar
Belakang
Selama ini mahasiswa hanya diminta
untuk lulus menjadi sarjana, mengejar status dibandingkan proses menjadi
sarjana. Hingga saat lulus kuliah dan memperoleh gelar akan sulit untuk
mendapatkan pekerjaan, karena kompetensi lulusan yang kurang sesuai dengan
permintaan kerja dari pasar industri.
Untuk menjadi mahasiswa yang berkualitas
dan berkompetensi maka mahasiswa harus memiliki kemandirian dalam belajar.
Dengan adanya kemandirian belajar, mahasiswa mampu melakukan segala hal sendiri
(tugas, ujian, tugas akhir/skripsi), mampu mengembangkan strategi-strategi belajar
yang efektif, dan mampu untuk bertangung jawab terhadap apa yang dikerjakan dan
dilakukan. Mahasiswa juga akan menjadi sangat terlibat dalam proses belajar
selama perkuliahan, tanpa harus menggantungkan diri pada dosen ataupun orang
lain.
Kemandirian
belajar memang tidak muncul begitu saja pada diri seseorang, dalam konteks
penelitian ini adalah mahasiswa laki-laki. Kemandirian belajar pada mahasiswa
ini terbentuk dari keluarga, dimana struktur keluarga memiliki peranan penting.
Pada keluarga utuh, anak akan mendapatkan kasih sayang, perhatian, dan dukungan
motivasi yang besar sehingga akan berdampak pada kemandirian belajarnya.
Sedangkan mahasiswa dari keluarga single
parent memiliki keterbatasan dukungan dan dampaknya pada kurangnya
kemandirian. Untuk itu peneliti tertarik untuk melihat perbedaan kemandirian
belajar khususnya pada mahasiswa laki-laki dar keluarga yang utuh dan keuarga single parent.
Tujuan
Untuk mengetahui
perbedaan kemandirian belajar pada mahasiswa laki-laki ditinjau dari struktur
keluarga (keluarga utuh dan single parent)
Metode Penelitian
-
Menggunakan metode kuantitatif
-
Alat ukurnya berupa skala kemandirian
belajar (jenis skala Likert)
-
Uji validitas dengan validitas isi,
reliabilitas menggunakan alpha cronbach,
dibantu menggunakan program aplikasi SPSS.
Jika
dibuat suatu sistem berdasarkan topik dari penelitian ilmiah ini, akan termasuk
ke dalam CBIS Sistem Penunjang Keputusan (SPK). Karena dengan mengetahui hasil
dari pengukuran skala kemandirian belajar, baik hasilnya tinggi atau rendah,
dapat membantu perusahaan saat melakukan recruitment.
Jika syarat apply pekerjaan tidak
hanya mencakup IPK, pengalaman kerja, ataupun sertifikat-sertifikat penunjang.
Tetapi bisa mencakup sampai pada sikap/attitude seseorang tersebut, yang bisa menjadi
bagian penting dari kinerja karyawan/pegawai tersebut (selain kemampuan
akademik).
Ya,
mungkin terdapat potensi untuk dilakukannya penelitian terhadap sistem yang
berkaitan dengan topik penelitian ilmiah ini. Selama sudah dibentuk skala ukur
yang betul-betul mewakili konsep teoritik dari variable yang diukur.